LUAR BIASA JUJUR! Mantan ART ini bikin aku 'speechless', bayar utang yang sudah lama aku lupakan!
Hari itu masih pagi, kumpulan anak-anak berseragam sekolah berjalan riang berkelompok. Tukang bubur memukul mangkok dengan sendok memanggil-manggil insan lapar yang ingin sarapan pagi sebagai teman minum teh atau kopi. Sedang aku, asyik bersih-bersih di halaman depan rumah.
Pagi itu, di kota hujan bagian utara. Saat aku mencabut rumput liar di halaman depan rumah mungilku, terdengar suara salam dari balik pagar. Ternyata bu Juju yang datang.
Bu Juju (nama sengaja disamarkan) pada hari ini membuatku 'amazed'.
Bu Juju adalah ARTku. Telah lama ia berhenti jadi ART di rumahku. Entah berapa kali tahun berganti sejak ia pamit. Alasannya karena ngurus cucu, sebab ibu si cucu alias anaknya Bu Juju wafat karena sakit.
Dulu dia seringkali meminjam uang padaku. Tidak banyak sih, Rp100.000 atau Rp200.000, seingatku paling banyak Rp500.000. Alasannya untuk perbaiki rumah bocor, suaminya sakit, dan lain lain.
Kadang dibayar dengan potong gaji atas permintaan Bu Juju, kadang Bu Juju diam. Sayapun melupakannya dan meniatkan dalam hati untuk menghalalkan hutangnya alias saya anggap sedekah buat dia jika dia tidak bayar hingga dia tidak bekerja lagi di rumahku.
Yang aku ingat terakhir kali, dia pinjam Rp100.000, alasannya buat ongkos anaknya pergi ke majikannya yang baru di luar kota.
Itulah hari terakhir kami berinteraksi.
Ketika bu Juju Datang
Setelah bertahun-tahun lamanya, tetiba dia datang ke rumah. Ngobrol-ngobrol sebentar. Ternyata sekarang ia telah berjualan pecel di dekat rumahnya. Dari ceritanya, sepertinya ia sudah dapat mencukupi diri dan keluarganya dari usahanya itu. Alhamdulillah syukurku dalam hati.
Lalu, dia serahkan uang Rp400.000, katanya terima kasih telah minjemin uang, dan maaf bayarnya lama.
Saya terharu, seraya berkata, "Kok banyak, setahu saya Bu Juju cuma hutang Rp100.000, saya malah udah lupa yang lainnya, udahlah bu Juju bayar Rp100.000 saja".
Dia merespon," Bu Juju ingat kok Bu, ini mohon diterima uangnya".
Aku bergumam dalam hati,"YA ALLAH, MASIH ADA! Mantan ART Datang Setelah Bertahun-tahun, Kembalikan Utang yang Sudah aku Lupakan & Bikin Hati Meleleh!".
Aku terdiam sejenak, menatap wajah Bu Juju yang tulus. Ada semacam kelegaan dan kehormatan di matanya saat ia menyodorkan uang itu. Akhirnya, aku mengangguk pelan. "Baiklah, Bu Juju, kalau memang Bu Juju mengingatnya seperti itu. Terima kasih banyak, ya." Uang itu berpindah tangan, rasanya bukan sekadar lembaran rupiah, tapi bukti sebuah integritas yang kini mungkin semakin langka.
Kami melanjutkan obrolan. Bu Juju bercerita lebih banyak tentang usahanya. Jatuh bangunnya merintis jualan pecel, dari hanya beberapa bungkus sehari hingga kini bisa menghidupi keluarganya dengan layak. Ia juga bercerita tentang cucunya yang semakin besar dan pintar, menjadi pelipur lara sekaligus penyemangat hidupnya. Aku mendengarkan dengan penuh rasa syukur, ikut bahagia melihat perubahan hidupnya yang jauh lebih baik. Ternyata, di balik kesederhanaannya, Bu Juju adalah sosok perempuan tangguh yang tak pernah menyerah pada keadaan.
Tak lama kemudian, Bu Juju pamit pulang. Senyum tak lepas dari bibirnya. Senyum yang sama tulusnya seperti saat ia datang. "Saya pamit dulu ya, Bu. Kapan-kapan kalau lewat, mampir ke warung pecel saya," ujarnya hangat.
"Pasti, Bu Juju. Hati-hati di jalan ya," jawabku sambil mengantarnya hingga ke depan pagar.
Sepeninggal Bu Juju, aku masih duduk termangu di ruang tamu. Kejadian tadi benar-benar menyentuh hatiku. Di zaman di mana seringkali kita mendengar berita tentang ketidakjujuran, tentang orang yang mudah melupakan utang atau bahkan lari dari tanggung jawab, sosok Bu Juju hadir membawa kesejukan.
Uang Rp400.000 itu mungkin tidak membuatku kaya raya, dan kehilangan uang yang dulu kupinjamkan pun tidak membuatku jatuh miskin. Aku sudah mengikhlaskannya sejak lama, meniatkannya sebagai ladang amal jika memang tak kembali. Tapi, kejujuran dan niat baik Bu Juju untuk mengembalikan apa yang ia rasa menjadi hakku, itu nilainya tak terhingga.
Ia bisa saja memilih untuk diam, toh aku sudah lupa. Ia bisa saja menggunakan uang lebih itu untuk modal usahanya atau keperluan lain yang mungkin mendesak. Tapi ia tidak melakukannya. Ia memilih jalan yang benar, jalan yang mungkin terasa berat bagi sebagian orang, tapi membawa ketenangan dan keberkahan bagi dirinya.
Pelajaran Berharga dari Bu Juju mantan ARTku
Hari ini aku mendapat pelajaran berharga dari seorang Bu Juju. Bahwa kebaikan sekecil apa pun yang kita tanam, bisa jadi akan kembali kepada kita dalam bentuk yang tak terduga. Dan lebih dari itu, keyakinan bahwa di tengah hiruk pikuk dunia yang terkadang membuat kita pesimis, masih ada orang-orang seperti Bu Juju yang memegang teguh kejujuran. Ya Allah, Engkau Maha Baik telah mempertemukanku kembali dengannya, dan mengingatkanku akan indahnya sebuah integritas.
Semoga usaha pecel Bu Juju semakin laris manis, dan hidupnya selalu dilimpahi berkah. Cerita Bu Juju hari ini akan kusimpan sebagai pengingat, bahwa setitik kejujuran bisa menerangi hati dan menginspirasi siapa saja yang mendengarnya. Sebuah pengingat manis, bahwa harapan akan kebaikan itu akan selalu ada.
No comments